Kau masih tertidur di sana. Di kasurmu yang sudah lembab, jejak tenggelam mencetak massa tubuhmu yang sudah kaku, yang kainnya tak lagi kusut oleh lekuk. Ia memanas, kemudian mendingin oleh waktu-waktu yang kau gunakan untuk diam, menghirup hiruk pikuknya kehidupan, lalu kau embuskan selayaknya debu penuhi rongga dadamu. Sesak . Kau tekan tumit ke atas lantai yang terasa lengket di kulit, terasa mengganggu. Langkahmu mengecap dinginnya permukaan rumah, suaranya menelisik sudut-sudut gelap, mengirim getaran pada sarang-sarang binatang yang mendiami rumahmu selayaknya teman kamar. Mereka terasa lebih familiar denganmu daripada kawan-kawan. Kau coba jelaskan pada cermin bahwa ini bagian dari kehidupan, untukmu terperosok lalu nantinya bangkit lagi, seperti kerja gelombang. Tapi kau terjebak di bawah sini begitu lama, mewanti-wanti kapan momentummu datang membawamu naik ke puncak. Kau terdiam begitu lama, mendangak ke atas, lalu kesepian mulai merayapi pori-pori kulitmu. Rasanya seperti di...